Tuesday, January 19, 2010

ALL dan AML

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA AKUT

EPIDEMOLOGI
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun (Wilson,1991). Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun. Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun (Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998). Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %) (Boediwarsono, 1998).


ETIOLOGI
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1. Genetik
a. keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).

.    Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985; ilson, 1991).
2.    Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).

3.    Bahan Kimia dan Obat-obatan
a.    Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991)Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

b.    Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).

4.    Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

5.    Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif
selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

DEFINISI LEUKEMIA AKUT
Leukemia Akut adalah suatu keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai penyebaran ke organ-organ lain. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

PATOGENESA LEUKEMIA AKUT
      Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa dan proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalam fungsi sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh. (Pedoman
Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr  Soetomo Surabaya,1994).

      Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel darah merah. Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut.(Cawson, 1982).

KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
-    L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak-anak.

-    L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
-    L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa  sel Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.

AML terbagi menjadi 8 tipe :
-    Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi minimal.

-    M1 ( Acute Myeloid Leukemia  tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.

-    M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30–90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.

-    M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupunukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini .

-    M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalurmonositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.

-    M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

-    M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan  megaloblastikini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara  nukleus dan  sitoplasma . M6 disebut  Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.

-    M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).

MANIFESTASI KLINIS LEUKEMIA AKUT
Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :
-    Anemia : pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
-    Leukopenia (karena penurunan fungsi) : infeksi lokal atau umum (sepsis) dengan gejala panas badan (Demam) dan penurunan keadaan umum.
-    Trombositopeni : Perdarahan kulit, mukosa dan tempat- tempat lain.

Akibat infiltrasi ke organ lain :
-    Nyeri tulang.
-    Pembesaran kelenjar getah bening.
-    Hepatomegali dan splenomegali
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Gejala lain seperti Purpura, epistaksis ( sering ), hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness ), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang merupakan manifestasi klinis awal, limfadenopati, ikterus kejang sampai koma (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990,
Rubin,1992).
     
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS LEUKEMIA AKUT
      Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus. Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun normal.
Pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah. Pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan kelainan morfologi (Cawson, 1982 ; De Vita Jr, 1993 ).
Adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih (Altman J.A.,1988 cit De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan mieloperoksidase  untu pembedaan AML dan ALL, (De Vita Jr, 1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996).
Hapusan darah : normokrom, normositer, hampir selalu dijumpai blastosit abnormal. Sumsum tulang hiperseluler, hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal, sistem hemopoitik normal terdesak.
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair &RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

Diagnosis
?    Bila ditemukan kumpulan gejala : anemia, perdarahan, pembesaran kelenjar getah bening dan hepatosplenomegali, pemeriksaan darah tepi.
?    Bila dari pemeriksaan darah tepi ada kecurigaan akan leukemia, periksalah sumsum tulang.


KELAINAN RONGGA MULUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN
LEUKEMIA AKUT
      Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan – kelainan yang timbul pada rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya adalah :
     
PEMBENGKAKAN GUSI   
      Pembengkakan gusi berupa pembengkakan papila dan margin gusi. Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi sel leukemik di dalam lapisan retikular mukosa mulut , di buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut (Nugroho, 1991; Berkovitz 1995). Mukosa mulut yang mengalami infiltrasi sel leukemik adalah mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal mukosa sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (Rusliyanto, 1986; Glickman, 1958 cit Berkovitz 1995). Gejala ini ditemukan pada 14,28 % penderita leukemia (Archida, 1987) dan khas pada leukemia monositik dan mielomonositik akut (Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ; Berkovitz, 1995). Pembesaran gusi ini juga diduga diakibatkan oleh inflamasi kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena gingivitis kronis derajat ringan yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara klinis (Widjaja, 1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995).

PERDARAHAN
      Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa petekie, ekimosis maupun perdarahan spontan (Lister, 1990). Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut yang disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit (Widmann, 1995). Trombosit merupakan komponen penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit.Sumbat trombosit berasal dari agregrasi trombosit yang menutup robekan pembuluh darah. Trombosit juga berperan terhadap aktivasi fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan sumbat tetap dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan mengakibatkan kecenderungan perdarahanan (Guyton, 1994; Ganiswara, 1995).
Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya viskositasnya akibat adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi. Kondisi ini menyebabkan tekanan intra kapiler darah meningkat. aliran darah yang seharusnya ke sisi bertekanan rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli. Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan pembuluh darah kapiler ruptur (Wiernik, 1985). Kebersihan rongga mulut yang buruk, jaringan periodontal yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga menjadi penyebab lain dari perdarahan rongga mulut (Wezler, 1991; Nugroho 1998). Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan berakibat mudah terjadi perdarahan .
     
ULSERASI
      Ulserasi pada rongga mulut penderita leukemia akut diduga disebabkan karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan tubuh. Neutrofil mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi . Pada kondisi ini trauma yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto, 1986 ).
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat menyebabkan statis pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940 cit Berkovitz , 1995, Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ; Segelman dan Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya terjadi nekrosis dan ulkus (Rusliyanto, 1986).

LIMFADENOPATI   
      limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe, terjadi akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister, 1990; Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis reaktif sebagai proses pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang merupakan proses fisiologis tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton et. al. (1994) limfadenopati ini juga terjadi akibat adanya proses hematopoeisis ekstra medular pada nodus limfatikus.
Hematopoesis yang pada usia dewasa seharusnya terjadi pada sumsum tulang,terganggu karena sel leukemik dari proses multiplikasi sel prekursor leukemikmempunyai masa hidup yang lebih lama, menginfiltasi sumsum tulang serta mendesaksel-sel normal. Pernyataan Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995) yang menyatakan bahwa hematopoesis ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya penyakit yang menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang .
Pembesaran ini mampu mencapai ukuran  sebesar telur ayam (Pitojo S, 1992) .

INFEKSI
      Infeksi sangat sering terjadi pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur, bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme pertahanan tubuh untuk menanggulangi infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi neutropenia (Barret, 1986) dan neutrofil  itu sendiri mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995). Infeks jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida Albicans yang mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa warnayang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari sekitarnya, lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal yang ada di sekelilingnya. Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik atau non keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut. Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut dianggap sudah melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai akibat dari mengangkatnya ketebalan lapisan yang
berkeratosis (hiperkeratosis) dan disebut lesi keratotik. Lesi yang mudah diangkat danseringkali menimbulkan suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari mukosabisa berupa debris atau peradangan pada pseudomembranous mukosa mulut yangdisebut lesi non keratotik. Lesi akibat infeksi jamur Kandida seringkali dikaitkandengan keradangan pada pseudomembranous mukosa atau ikut berperan dalametiologi lesi hiperkeratotik walaupun dapat berupa lesi putih yang disertai lesihipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa angular cheilitis, dan medianrhomboid glossitis (Brightment,1993). Infeksi bakteri gram negatif yang menyebabkanpneumonia sangat sering terjadi. Dan satu-satunya tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985). Infeksi virus yang sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai prosentase cukup tinggi yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 % (Archida, 1987)
     
PENATALAKSANAN
Perbaiki keadaan umum :
-    Anemia : transfusi sel darah merak padat (PRC) 10 ml/kg BB/dosis, hingga Hb 12 g/dl.
-    Perdarahan hebat : transfusi darah sesuai jumlah yang hilang, bila perlu dapat diberi transfusi trombosit (biasanya diperlukan bila jumlah trombosit < 10.000/mm3).
-    Infeksi sekunder : bila dapat lakukan biakan kuman (dari bisul, air kemih, darah, cairan serebro spinal) dan segera mulai dengan antibiotika spektrum luas/dosis tinggi, sesuai dengan dugaan kuman penyebab.
-    Status gizi perlu diperhatikan/diperbaiki.

Pengobatan sfesifik :
-    Protokol untuk LLA :
?    Fase Induksi remisi.
Berikan kombinasi 1 + 2 + 3a atau 1 + 2 + 3b.
1.    Vinkristin 1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali seminggu I. V. selama 6 minggu.
2.    Prednison 50 mg/M2/24 jam peroral dibagi tiga dosis, setiap hari selama 6 minggu.
3.    a.    Daunomisin 45 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau Adriablastin 40 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau
3.    b.    Asparaginase (protokol khusus).

?    Fase pencegahan penyebaran ke sistem syaraf pusat.
Metotreksat intratekal 10 mg/M2/dosis, 1 kali seminggu, selama 5 minggu.

?    Fase pemeliharaan
Berikan kombinasi
1.    6 merkaptopurin 75 mg/M2/dosis per oral 1 kali sehari.
2.    Metotreksat 20 mg/M2/minggu per oral, dibagi 2 dosis (Senin + Kamis).
Pengobatan diteruskan hingga 2 – 3 tahin.

-    Protokol untuk LMA :
Untuk jenis LMA, protokol yang dipakai bervariasi, terdiri dari bermacam-macam
kombinasi obat, seperti :
?    Sitosin arabinosid + daunomisin + 6 tioguanin.
?    Prednison + vinkristin + metotreksat + merkaptopurin.

KOMPLIKASI
Penyulit yang paling sering didapatkan adalah :
>    Perdarahan.
>    Sepsis.

PROGNOSIS
Prognosis tidak baik. Angka kematian tinggi.



DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL DAN RENCANA
TINDAKAN
1.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :
*    Tidak adekuatnya pertahanan sekunder
*    Gangguan kematangan sel darah putih
*    Peningkatan jumlah limfosit imatur
*    Imunosupresi
*    Penekanan sumsum tulang ( efek kemoterapi 0
Hasil yang Diharapkan :
Infeksi tidak terjadi,
Rencana tindakan :
1.    Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional ; Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi
2.    Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf
petugas
Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi
3.    Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan
pengobatan chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi,
hiertensi
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam
terjadi pada kebanyakan pasien leukaemia.
4.    Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.
Rasional ; Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko
atelektasisi/ pneumonia.
5.    Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gnakan
sikat gigi halus untuk perawatan mulut.
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme patogen
6.    Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap
Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh
proses penyakit atau kemoterapo.
7.    Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik
Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara
khusus.
8.    Hindari antipiretik yang mengandung aspirin
Rasional ; aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan
jumlah trombosit lanjut
2.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan :
*    Kehilangan berlebihan, mis ; muntah, perdarahan
*    Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.
Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV
dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH
urine, dbn.
Rencana Tindakan :
1.    Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan
keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan
adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.
Rasional ; Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan
pencetusnya pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal
(sehubungan dengan peningkatan kadar asam urat) dapat
menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal.
2.    Timbang BB tiap hari.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.
Pemasukan lebih dari keluaran dapat mengindikasikan
memperburuk / obstruksi ginjal.
3.    Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik
(perdarahan/dehidrasi)
4.    Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan
perdarahan gusi, darah warn karat atau samar pada feces atau urine;
perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.
Rasional ; Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien
pada resiko perdarahan spntan tak terkontrol.
5.    Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran
mukosa.
Rasional ; Indikator langsung status cairan / dehidrasi.
6.    Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan,
ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.
Rasional ; Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan
meningkatkan resiko perdarahan meskipun trauma minor.
7.    Berikan diet halus.
Rasional : Dapat membantu menurunkan iritasi gusi.
8.    Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak
adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi
ginjal.
9.    Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan
Raional : Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk
memperbaiki anemia. Berguna mencegah / mengobati perdarahan.

3.    Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :
*    Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang
dikmas dengan sel leukaemia.
*    Agen kimia ; pengobatan antileukemia.
Rencana Tindakan ;
1.    Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng,
gelisah
Rasional ; Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan
ketidakefektifan intervensi.
2.    Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress
Rasional ; Meingkatkan istirahat.
3.    Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan
bantal
   Rasional ; Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi
4.    Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilisasi sendi.
5.    Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres
Rasional ; Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.
6.    Berikan obat sesuai indikasi.

Download tentang ALL dan AML



0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com